Tangan "Kasar"

Beberapa waktu lalu ibu minta dioleskan minyak kayu putih di tubuhnya, lalu....
"Tangannya kok kasar?"
"Tadi abis nyuci sih..."
"Iya tapi masa kasar gitu"
Terus cuma bisa cengengesan.
Sebenarnya ini bukan yang pertama kali. Di waktu yang lain juga pernah, ada sepupu minta salaman trus waktu salaman bilang "Kok mbak tangannya kasar?" Waktu itu cuma bisa pura-pura marah sambil menahan malu. Kok malu? Iya gak tau, malu aja pokoknya. Cewek kok tangannya kasar, gitu yang ada dipikiran. Emang anaknya minderan ini,  jadi disentil dikit langsung terjun bebas kepercayaan dirinya hehehe.
Jadi teringat dulu, pernah ada tangan yang menggenggam tangan "kasar" ini. Mungkin sebab terlalu "kasar" genggaman tangannya terlepas. Setelah itu jadi sering bertanya pada diri sendiri, ada gak ya di masa depan seseorang yang mau menggenggam erat tangan "kasar" ini tanpa akan melepaskannya? Tangan yang gak ada halus halusnya. Tangan ceroboh yang sering luka dimana-mana. Tangan yang banyak kapalannya. Tangan yang gak ada bagus-bagusnya.
Halah, perkara tangan kasar aja jadi baper kemana-mana. Dasar aku, wanita :D

Randomly thought,
Venus

Rabu, 16 Oktober 2019 Leave a comment

Obrolan (3)

"Bagaimana kabarmu?" Aku mengawali pembicaraan pada pertemuan kali itu dengan basa-basi yang sangat ingin ku tahu kejujuran jawabannya.
"Aku selalu baik," katamu sambil tersenyum.
Aku ikut tersenyum karenanya. "Sudah sejauh mana langkahmu sekarang?" tanyaku.
"Jauh lebih baik dari sebelumnya," lagi-lagi kamu tersenyum.
"Aku sudah tak punya perasaan apapun kepadanya, bahkan benci sekalipun," kamu melanjutkan.
Aku mengangguk, "Syukur lah, apa artinya kamu sudah bisa melanjutkan perjalanan dengan senyuman dan tanpa beban lagi?"
Kamu menggeleng, " Tidak bisa janji, tapi akan ku usahakan."
Aku beranikan menggenggam tanganmu, "Tak apa, akan ku bantu."
Kamu lagi-lagi tersenyum amat manis, sambil berkata lirih, "Sekali lagi, aku ingin percaya."
"Mari kita lanjutkan perjalanan bersama", aku tersenyum, seraya mengeratkan genggaman tangan.

Jumat, 15 Februari 2019 Leave a comment

Kontemplasi.

Lelah. Ingin menyerah. Tapi tak ingin mengaku kalah.
Sungguh saya malu, setiap kali orang-orang berkata kalau saya kuat. Nyatanya saya tidak pernah sekuat apa yang mereka pikirkan. Saya ini cengeng. Sangat. Saya ini rapuh. Terlalu. 

Sejak beberapa waktu lalu, saya merasa hati saya menjadi lebih lembut, perasa dan amat sensitif. Ternyata kekecewaan yang mendalam bisa membuat kehilangan kepercayaan diri yang teramat sangat. Saya menjadi tidak percaya diri, takut menghadapi dunia luar. Khawatir akan penolakan, tidak diterima. Takut dikecewakan lagi dan masih banyak ketakutan serta kekhawatiran yang berlebihan. Ada terlalu banyak hal remeh yang bisa membuat saya menangis tergugu. Begitu pula ada banyak hal sepele yang membuat saya tertawa. 

Beberapa waktu ini, ada banyak hal yang terjadi dalam hidup saya. Beberapa adalah kejadian menyenangkan, sisanya ada kejadian menyakitkan. Setiap hal yang terjadi coba saya terima sebagai takdir terbaik dariNya, dalam versiNya. Berapa kali ingin menyerah, sebanyak itu pula kembali semangat. Menyadari betapa diri ini sesungguhnya harus berjuang untuk diri sendiri, akan sangat percuma diperjuangkan orang lain tapi diri sendiri tak mau berjuang. Jika ditarik mundur dan ditanya apa yang ingin saya ubah dari hidup saya selama ini? Jawabannya tidak ada. Saya tidak pernah menyesali setiap langkah dari hidup saya di masa lalu yang telah membuat saya berdiri disini saat ini, kecuali dosa-dosa yang saat perbuat dengan naif. Semua hal di masa lalu adalah hal yang membentuk saya hari ini. 

Saya berterimakasih pada diri saya yang masih bertahan dan mau berjuang sampai di titik ini. Saya pun meminta maaf pada diri saya atas segala kesulitan yang harus dilalui. Sekarang, saya ingin memberi penghargaan pada diri saya sendiri. Kepada diri saya yang sekarang, saya bangga dan terharu menemukan diri saya masih berdiri tegak sampai sejauh ini dengan kepribadian yang InsyaAllah jauh lebih baik. Perjalanan masih panjang, mungkin saja ini belum separuhnya. Setelah ini, saya akan kembali mengajak diri saya untuk terus berjuang di masa depan apapun keadaannya. Semoga senantiasa Allah mampukan, berjuang dalam bimbingannya.

Kamis, 14 Februari 2019 Leave a comment

Takdir

Entah doa yang pernah saya panjatkan yang mana yang sedang dikabulkan oleh Allah saat ini...
Entah garis takdir yang pernah saya setujui jauh sebelum lahir ke dunia mana yang sedang saya jalani...
Apapun itu. Selama Allah bersama saya, rasa-rasanya seharusnya semua keraguan, kesepian, ketakutan, kekhawatiran dan keburukan tidak lagi menjadi teman perjalanan. Sebab perjalanan masih panjang InsyaAllah, semoga selalu Allah lindungi dan bersamai dalam jalanNya. Tidak ingin muluk-muluk. I couldn ask for more. Enough.

Rabu, 13 Februari 2019 Leave a comment

Lelucon (tidak) Lucu

"Kok belum lulus kuliahnya?"

"Skripsinya udah sampe mana? Kok lama banget?"

"Kok belum nikah?"

"Masih betah sendiri aja nih..."

"Udah pantes gendong anak sendiri kali."

Dan masih banyak "guyonan" lain yang sering terlontar dengan enteng tanpa melihat situasi atau keadaan orang yang sedang diajak bercanda. Kita seringkali lupa, yang kita ajak bercanda itu pun manusia, punya hati seperti kita. Kita seringkali lupa, pun kita kalau diberikan guyonan serupa saat sedang masa sensitif bisa terluka juga. Kita tak pernah benar-benar tahu, apa yang telah mereka alami sampai bisa berdiri tegak di titik yang sekarang. Bisa jadi yang kita anggap "guyonan" itu melukai mereka, membuka luka lama, menggores lebih dalam luka yang sudah ada, membuat mereka terpuruk dan entah apalagi yang bisa terjadi. Jadi tolong, hentikan lelucon "tidak" lucumu itu. Gantilah dengan empati yang lebih bermanfaat. Daripada terus bertanya lebih baik membantu. Kalau tak bisa membantu meringankan beban mereka setidaknya jangan bertanya hal-hal yang dapat menyakiti mereka. Selama ini kita selalu menilai kehidupan seseorang dari kulit luarnya, pada apa-apa yang terlihat. Seringkali, ada banyak hal yang luput dari pengelihatan kita. Jadilah bijak, ada banyak sudut pandang yang bisa dipakai.

-Kepada diri sendiri yang kadang sering penasaran kelewat batas.

Senin, 14 Januari 2019 Leave a comment

Obrolan (2)

"Aku adalah orang yang paling jarang menangis, kalaupun nangis ya sembunyi-sembunyi... gak suka dilihat orang pokoknya bahkan orang tuaku sendiri," katamu tiba-tiba mengawali percakapan sore itu.
Sambil memandang senja sore itu aku hanya mengiyakan, "Kamupun gak pernah nangis di depanku, gengsi ya?"
Kamu tertawa kemudian berkata, "Nggak gengsi, hanya kurang nyaman mungkin. Selama ini aku terbiasa menjadi sandaran buat orang lain, semacam sumber kekuatan bagi orang lain. Jadi aneh saja rasanya kalau aku menjadi lemah."
Aku menoleh memandangimu lekat, kamu masih saja asik melihat matahari yang perlahan turun. Ah, kamu masih saja susah ditebak.
"Tapi pengecualian dengannya..." kamu melanjutkan. Keningku berkerut mendengar pernyataanmu, dia siapa? Yang membuatmu terluka itukah?
Seolah tahu apa yang ku pikirkan kamu menjawab, "Iya dia, dengannya aku tak ragu untuk menangis sampai tersedu. Karena dia bersedia menjadi sandaran dan pendengar yang baik sekaligus,sudah ku katakan bukan? Dia bisa menjadi apapun yang ku butuhkan." Sambil menerawang kamu tersenyum, mungkin kembali membayangkan masa itu.
"Iya, kemudian dia juga yang menyakitimu paling dalam," kataku sambil tak lepas mengawasi raut wajahmu, takut-takut kalau kamu marah.
Senyummu menghilang, terdengar kamu menghela nafas dengan berat. Sambil tertunduk kamu berkata pelan, "Ku pikir dia adalah orang yang tepat buat menunjukkan semua sisi terlemahku, ternyata dia malah nggak menyukai aku yang lemah. Aku jadi ikut nggak menyukai diriku yang lemah, ah memang harusnya nggak berharap ke manusia ya."
"Sudahlah, nggak apa-apa. Its okay not to be okay," aku mencoba menghibur sambil merangkulmu.

...sebab semakin dekat hubungan kita dengan seseoraang, semakin mudah kita melukai atau dilukai.
John Gray dalam buku Men are From Mars, Women are From Venus

Selasa, 01 Januari 2019 Leave a comment

KAGET

Orang yang saya rasa paling saya kenal selama bertahun-tahun tiba-tiba menjadi asing.
Tiba-tiba menjadi orang yang paling tidak saya kenal. Entah... mungkin saya yang salah.
Saya menjadi orang yang menyebalkan belakangan.
Moody.
Tak bersemangat.
Sensitif.
Rapuh.
Pemalas.

Hanya karena dia yang tiba-tiba membalas pesan saya hanya denngan satu huruf "Y" membuat hati saya ketar-ketir tak karuan. Hanya karena saya meminta maaf dan hanya diread membuat saya sedih. Hanya karena teman saya menanggapi curhat masalah yang menurut saya amat sangat berat  dengan sangat enteng membuat saya berasumsi negatif.
Mungkin saya harus berhenti sejenak, mengambil jeda untuk melihat lebih luas lagi. Mungkin, saya sedang butuh hal-hal sederhana yang membangkitkan rasa bahagia yang lebih tulus. Bukan dunia penuh ilusi, penuh luka, penuh duka, penuh dengan hal-hal yang membuat saya lupa cara yang bahagia sebenarnya. 

Yours,
Dear Venus.

Minggu, 30 Desember 2018 Leave a comment

« Postingan Lama